BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jepara
adalah kota ukir, jepara sangat terkenal sekali dengan kerjianan ukirnya.
Meubel di Jepara mudah sekali di Jumpai disepanjang jalan di Jepara, mulai dari
daerah perbatasan sampai tengah kota, kita sudah di sambut dengan keindahan
ukir dan kerajinan-kerajian yang diproduksi oleh masyarakat. Meubel di Jepara
beragam sekali hasil jenis kerajinanya mulai dari kayu mahoni, kayu jati, kayu
nangka, kayu mangga, kayu sengon, kayu jengkol, dan masih banyak lagi jenis
kayu lainya.
Setiap
saat meubel di Jepara mengalami peningkatan dan kadang juga tak luput dari
penurunan. Pembukaan meubel baru di Jepara semakin hari semakin banyak, bahkan
sampai berdekatan. Meubel di Jepara sangat beragam jenisnya. Dari jenis yang
sederhana sampai jenis yang mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi, dari yang
bentuknya kecil sampai bentuk yang besar bahkan ada juga yang sampai terkadang
sampai 40 meter panjangnya. Sebagai contoh adalah di Desa
Mulyoharjo kecamatan Cumbring
kabupaten Jepara.
Di daerah
tersebut banyak sekali sentra meubel
yang membuat kerajinan dari kayu dan dengan bentuk yang bisa dibilang rumit
sekali.
Banyak
rumahan meubel yang berjejeran di daerah tersebut, karena daerah tersebut
merupakan sentra kumpulnya para pembuka-pembuka meubel dan tempatnya para
pengrajin ari berbagai jenis kerjinan.
Pabrik
meubel sampai saat ini belum sadar akan kesadaran akibat pembuangan limbanh
yang mereka buag. Padahal setiap harinya mereka pasti membuang limbah dari
kayu-kayu yang di buat kerjainan tersebut. Ironisnya limbah tersebut dibuang
secara sembarangan dan di sekitar lingkungan itu sendiri. Apabila limbah
tersebut dimanfaatkan dengan baik dapat berniliai ekonomis dan menjadi tambahan
pendapatan bagi pabrik tersebut.
Kayu
mahoni merupakan salah satu jenis kayu khas daerah tropis. Maksudnya, kayu ini
berasal dan hanya ada di daerah-daerah yang memiliki iklim tropis contohnya
adalah Indonesia. Di Indonesia, kayu
mahoni sangat populer khususnya untuk banyak daerah di pulau Jawa, di sana,
kayu ini dikenal sebagai jenis kayu yang bernilai komersial tinggi sehingga
banyak orang yang membudidayakan dan diperjual belikan pada pasar komoditas
domestik. Di pulau Jawa ini juga, persedian untuk kayu mahoni tidak perlu
dikhawatirkan sebab jumlahnya masih sangat banyak, mulai dari yang masih berupa
pohon maupun yang sudah berupa kayu yang sudah dipotong atau diproses. Karena
jenis pohon penghasil kayu ini memiliki masa pertumbuhan yang cepat yakni
kurang lebih dalam kurun waktu 7 hingga 15 tahun, pohon mahoni sudah tumbuh
besar dan sudah bisa dipotong dan diambil kayunya. Hal ini jelas berbeda dengan
masa pertumbuhan pohon jati maupun pohon sonokeling yang mana pertumbuhannya
membutuhkan waktu yang lama.
Kayu
mahoni memiliki karakteristik serta memiliki ciri-ciri khusus yang hanya
terdapat pada jenis kayu itu sendiri. Ciri-ciri tersebut yang dapat membedakannya dengan jenis kayu
tropis yang lainnya. Karena faktanya, ada beberapa jenis kayu yang memiliki
kemiripan satu sama lain jika dilihat sekilas, baik dari segi warna, tekstur
ataupun serat kayunya. Tetapi dengan
benar-benar memahami ciri-ciri khusus yang hanya dimiliki oleh jenis kayu
tertentu maka kita akan bisa membedakannya. Contoh untuk beberapa jenis kayu
yang memiliki kemiripan jika dilihat secara sekilas adalah seperti kayu jati
mirip dengan kayu akasia, kayu mahoni juga bisa dikatakan mirip dengan kayu
kamper ataupun kayu keruing dari Kalimantan serta jenis kayu lainnya. Contohnya
saja yaitu dari limbah kulit mahoni. Limbah ini sangat banyak kita jumpai di
berbagai tempat.
Di
sekitar rumah kita saja dapat dengan mudah menjumpainya. Kebanyakan dari kita
belum tahu akan manfaat dari kulit mahoni tesebut. Padahal jika kita mau
menelitinya dan berusaha mencari tahu apa manfaat dari kulit tersebut bisa mendapatkan
manfaat yang sangat bermanfaat bagi dunia kerajinan itu sendiri. Banyak sekali
manfaat yang dapat kita ambil dari memanfaatkan limbah kulit mahoni.
Banyak
sekali para meubel rumahan menggunakan cat sintesis sebagai cat bahan hasil
kerajian mereka. Ada yang berwarna merah, warna plitur, warna keemasan dan
warna-warna lainya. Padahal jika kita mau berfikir secara kritis kita bisa
membuat pewarna cat itu sendiri tanpa
mengguankan cat sintesis dengan membeli, dan terkadang dengan harga yang mahal
demi mendapatkan warna yang maksimal atau bisa dibilang sempurna.
Bila
kita amati dan telusuri lebih lanjut, setiap rumah meubel pasti membutuhkan
pewarna untuk memperindah hasil dari kerajinan mereka. Warna sangat di butuhkan
bagi dunia meubel karena selain untuk memperindah, juga sebagai pengawet untuk hasil kerajinan
itu sendiri. Dalam dunia permeubelan warna apa saja sangat di butuhkan dan
kebanyakan warna-warna yang soft sering digunakan.
Pewarna
tersebut juga kita bisa kita dapatkan dari limbah kulit mahoni. Pewarna dari
limbah ini sangat bagus untuk pewarna hasil meubel. Karena selain menghasilkan
warna yangalami juga dapat menghasilkan warna yang awetalami juga dapat
menghasilkan warna yang awet pada kerajiann tersebut. Karena limbah kulit
mahoni pada kerajiann tersebut. Karena limbah kulit mahoni menghasilakn warna
alami yang sangat bagus.
Sebagian
masyarakat yang bertempat di pedesaan ada yang sudah memanfaatkan limbah kulit
mahoni sebagai pewarna alami. Tetapi faktanya di daerah perkotaan masyarakat
belum sama sekali mengetahui manfaat dari limbah kulit mahnoi tersebut.
Kandungan kimia dalam kulit mahoni ialah tritertinoid, limonoid, flavonoid,
sapornin, tepornoid, alkoloid dan tanin.
Sebagai
bahan acuan pada pembuatan bahan pewarna alami ini maka diharapkan dapat
menjadi alternatif pengganti pewarna sintetis yang aman dan ramah limgkungan
serta mengurangi limbah.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana cara
pemanfaatan limbah kulit mahioni sebagai pewarna alami ?
2.
Bagaimanakah
cara membuat pewarna alami dari kulit mahoni ?
C. Tujuan
1.
Mendiskripsikan
cara pemanfaatan limbah kulit mahoni sebagai pewarna alami.
2.
Menjelaskan
cara membuat pewarna alami dari kulit mahoni.
D. Manfaat
Bagi pengrajin, pemanfaatan limbah kulit mahoni dapat membantu
mengurangi limbah dan selain itu juga dapat menjadi penghasiln ekonomis dari
pemanfatan limbah kulit tersebut karena dapat menambah pendapatan untuk
pengrajin.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Limbah Kulit
Mahoni
Menurut
Anonim (1989) menyatakan bahwa, kayu mahoni merupakan salah satu jenis kayu
khas daerah tropis. Maksudnya, kayu ini berasal dan hanya ada di daerah-daerah
yang memiliki iklim tropis contohnya adalah Indonesia. Di Indonesia, kayu mahoni sangat populer
khususnya untuk banyak daerah di pulau Jawa, di sana, kayu ini dikenal sebagai
jenis kayu yang bernilai komersial tinggi sehingga banyak orang yang
membudidayakan dan diperjual belikan pada pasar komoditas domestik. Di pulau
Jawa ini juga, persediaan untuk kayu mahoni tidak perlu dikhawatirkan, sebab
jumlahnya masih sangat banyak, mulai dari yang masih berupa pohon maupun yang
sudah berupa kayu yang sudah dipotong atau diproses.
Mahoni
adalah tumbuhan berbatang keras yang berkulit dan tebal berwarna hitam
kecoklatan. Mahoni adalah pohon peneduh dan pelindung di tepi jalan atau
pekarangan. Mahoni memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, dari mula
sebagai bahan bangunan sampai dengan untuk pengobatan berbagai macam penyakit.
Mahoni termasuk pohon besar dengan tinggi pohon mencapaai 35-40 meter dan
berdiameter mencapai 125 cm. Batang lurus berbentuk silindris dan tir dan
berdiameter mencapai 125 cm. Batang lurus berbentuk silindris dan tidak
berbanir. Kulit luar berwarna coklst kehitaman, berlur dangkal seperti sisik,
sedangkan kulit batang berwarna abu-abu dan halus ketika masih muda, berubah
menjadii coklat tu, beralur dan
mengelupas setlah tua.
Adapun
ciri-ciri dari kayu mahoni.
Yang
paling mendasar dari ciri-ciri kayu mahoni adalah sebagai berikut:
1.
Warna
Bagian teras atau tengah kayu mahoni kebanyakan berwarna merah muda
(bisa dibilang terlihat pucat), tetapi ada juga kayu mahoni yang berwarna merah
tua mirip sekali dengan warna hati. Ini terdapat pada kayu mahoni yang
benar-benar berumur tua, mungkin pohonya tumbuh lebih dari 25 tahun. Sedangkan
untuk gubalnya atau bagian tepi kayu selalu berwarna putih.
2.
Serat
kayu
mahoni memiliki serat lurus dan terpadu.
3.
Tekstur
Kayu
mahoni memiliki tekstur halus dan berpori-pori kecil.
Sebagian
masyarakat mengolah kulit kayu mahoni hanya dengan merebus kulit kayunya untuk
mendapatkan warna merah kecoklatan untuk pewarna tekstil. Hal ini tidak praktis
dalam pengolahan dan penyimpanan zat warna yang terkandung dalam kulit kayu
mahoni, sehingga perlu dilakukan pengolahan hasil zat warna dari kulit kayu
mahoni menjadi bentuk serbuk. Kandungan kimia kulit kayu mahoni adalah
triterpenoid, limonoid, flavonoid, saponin, terpenoid, alkaloid dan tanin.
Adapun kandungan kulit kayu mahoni yang dimanfaatkan untuk zat warna yaitu
tanin dan flavonoid. Pengambilan zat warna alami dari kulit kayu mahoni
diperoleh secara langsung yaitu ekstraksi secara batch.
Dibawah
ini terdapat pendapat yang menyatakan bahwa warna sintetis membahayakan
kesehatan manusia. Wardah dan Setyowati menuliskan: Didirikannya Yayasan
Lembaga Konsumen telah menimbulkan
kesadaran pada masyarakat akan bahaya yang mengancam keselamatan jiwa mereka
dibalik keindahan kemasan dan
warna-warna pada konsumsi makanan. Makin disadarinya kepentingan peranan gizi
dalam mencegah dan menanggulangi penyakit kanker harus dijadikan pelajaran
penting. Timbulnya kasus-kasus seperti ini sebenarnya dapat dijadikan tuah
pengungkit untuk membangkitkan kembali peranan zat pewarna alami.(Wardah dan
Setyowati, 1999: 15).
Kulit
mahoni juga bermanfaat sebagai obat. Kulit mahoni dengan fungsinya untuk
menurunkan kadar diabetes komersial dengan serbuk kulit mahoni. Dari pengujian
diketahui pula kulit mahoni mampu menjadi penghambat melakukan penelitian
dengan melibatkan mencit.
B.
Paint Of Mahoni
Warna adalah spektrum tertentu yang
terdapat di dalam suatu cahaya sempurna (berwarna putih). Identitas suatu warna
ditentukan panjang gelombang cahaya tersebut. Sebagai contoh warna biru
memiliki panjang gelombang 460 nanometer. Panjang gelombang warna yang masih
bisa ditangkap mata manusia atau daerah tampak spektrum dari radiasi
elektromagnetik berkisar antara 380-780 nanometer. Radiasi yang tersebar
secara merata akan tampak sebagai cahaya putih dan yang akan terurai dalam
warna – warna spektrum bias dengan adanya penyaringan oleh prisma atau kisi –
kisi pelontaran (difraction grating) yang
dipersepsikan sebagai sinar cosmik/foton (lembayung, indigo, biru, hijau,
kuning, jingga, merah).
Pada tahun
1876 Witt menyatakan bahwa molekul zat warna merupakan gabungan dari zat
organik yang tidak jenuh, kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai
pengikat antara warna dengan serat. Secara lebih luas zat warna tersusun
dari hidrokarbon tak jenuh, Chromogen, Auxocrome dan zat
aditif (migration, levelling, wetting agent, dsb).
Bahan pewarna secara sederhana dapat didefinisikan sebagai
suatu benda berwarna yang memiliki afinitas
kimia
terhadap benda yang diwarnainya. Bahan pewarna pada umumnya memiliki bentuk cair dan larut di air. Pada berbagai
situasi, proses pewarnaan menggunakan mordant untuk meningkatkan kemampuan
menempel bahan pewarna.
Bahan
pewarna dan pigmen terlihat berwarna karena mereka menyerap panjang
gelombang tertentu dari cahaya. Berlawanan dengan bahan pewarna, pigmen pada umumnya
tidak dapat larut, dan tidak memiliki afinitas terhadap substrat.
Bukti
arkeologi menunjukkan bahwa, khususnya di India dan Timur Tengah, pewarna telah digunakan selama lebih dari 5000 tahun.
Bahan pewarna dapat diperoleh dari hewan, tumbuhan, atau mineral. Pewarna yang diperoleh dari bahan-bahan ini tidak
memerlukan proses pengolahan yang rumit. Sampai sejauh ini, sumber utama bahan
pewarna adalah tumbuhan, khususnya akar-akaran, beri-berian, kulit kayu, daun,
dan kayu.
Sebagian dari pewarna ini digunakan dalam skala komersil.
Pewarna
dari limbah kulit mahoni mempunyai hasil warna yang bagus. Disamping dari warna
alami, kualitas pewarna dari mahoni ini sanat bagus. Warna yang dihasilakn dari
kulit ini sangat mengkilap dan tahan lama. Dibangdingkan dengan pewarna dari
bahan sintertis yang memerlukan cat dasar terlebih dahulu. Sedangkan pewarna
dari kulit mahoni ini tidak memerlukan cat bahan dasar untuk pengecatan.
Pewarna dari limbah kulit mahoni ini tahan lama dan dapat dijamin kulaitasnya.
C.
Meubel Jepara
Meubel Jepara sangat beragam jenisya. Mulai dari
yang meubel yang perumahan biasa ada juga yang sudah gudang-gudang meubel besar
dan sudah bertaraf internasional.
Di Jepara sangat banyak sekali perumahan meubel yang
mengguankan bahan pewarna pada hasil kerjainan meubel mereka untuk mempercantik
hasil kerajanan tersebut. Tak jarang ada yang menggunakan pewarna dari bahan
alami ada juga yang menggunnakan pewarna dari bahan sintetis.
Kebanyakan dari pabrik-abrik tersebut rata-rata
menggunaka cat pewarna dari bahan sintetis. Tetapi banyak juga yang perumahan
meubel yang menggunkan pewarna alami dari bahan alami, termasuk dari limbah
kulit mahoni. Limbah dari kulit mahoni ini dapat dimanfaaatkan sebagai pewarna
dominan sebgai bahan dasar ataupun bahan yang menjadi pewarna dari barang
tesebut.
Pengrajin pembuat meubel di Jepara sangat selektif
dalam menentukan pewarna apa yang di gunakan untuk hasil kerjinan mereka agar
terlihat indah dan menarik serta memikat si penglihat yan melihatnya.
Meubel di Jepara mempunyai kualitas bagus yang tidak
kalah dengan kulaitas dari barang impor. Meubel Jepara menggunakaan limbah
kulit mahoni karena kulit mahoni mempunyai hasil warna coklat kehitaman yang
indah serta disamping bahan alami juga limbah kulit mahoni ini mempunyai nilai
tingkat pewarnaan yang tinggi. Warna yang alami membut para pengrajin meubel
jepara yang mengunakan warna dari limbah kulit mahoni untuk di manfaatkan
sebagai pewarna alami.
Disamping menghrmat pengeluaran juga kita malahan
diuntungkan dengan penggunaan dari penggunaan dari kulit mahoni tersebut. Kita
dapat mendaspat nilai ekonomis dari pemanfaatan limbah kulit mahoni karena kita
memproduksinya sendiri dan limbah kulit mahoninya kita juga tidak usah membeli
mahal karena para pengrajin di Jepara kebanyakan menggunakan kayu mahoni unutk
membuat kerjainan. Jadi disamping ekonomi dan menghemat pengeluaran kita juga
di untungkan akan hal kehematan.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Pemanfaatan
Limbah Kulit Mahoni Sebagai Pewarna Alami
Pewana alam dari kulit mahoni dibedakan menjadi dua,
yaitu zat warna sintetis dan zat warna alami. Zat warna sintetis sangat praktis
digunakan serta dapat menimbulkan warna yang mencolok pada produk yang
diwarnai. Hal ini membuat zat warna sintetis sering digunakan dalam industri
makanan dan minumn, farmasi serta tekstil.
Namun limbah buangan atau residu dari zat warna
sintetis dapat mencemari lingkungan jika tidak diolah secara optimal. Maka dari
itu zat warna alami mulai diperhitugkan kembali untuk digunakan. Salah satu
bahan yang digunakan sebagai zat warna alami adalah kulit kayu mahoni.
Sebagian masyarakat mengolah kulit mahoni hanya
dengan merebus kulit kayu mahoni untuk mendapatkan warna merah kecoklatan untuk
pewarna tekstil. Kandungan kimia kulit mahoni adalah triterpenoid, limonoid,
flafoid, aponin, terpenoid, alkaloid, dan tanin.
Adapun kandungan kayu mahoni yang dimanfaatkan untuk
zat warna yaitu tanin dan flafonoid. Pengambilan warna alami dari kayu mahoni
diperoleh secara langsung yaitu ekstraksi secara batch.
Ekstraksi dilakukan dengan perbandingan bahan baku dan pelarut
1:10, 1:7, dan 1:5. Bahan baku yang digunakan adalah kulit kayu mahoni, jambal,
dan tingi. Hasil ekstrak terbaik diperoleh dengan perbandingan 1:5 untuk semua
bahan baku. Pembuatan serbuk dilakukan dengan memasukkan larutan ekstrak ke
dalam spray dryer, sehingga diperoleh serbuk zat warna alami.
Bahan utama yang digunakan untuk membuat pewarna alami ini daapt
ditemukan disekitar kita. Cara pembuatnyapun cukup sederhana, kita hanya perlu
mencuci material yang akan dipergunkan, lalu dipoong kecil-keci dan direbus
minimal 12 jam. Semakin laam kita merebusnya emakin bagus hasil pewarnaanya.
Kayu
mahoni yang mengandung tanin yang berfungsi sebagai penyamak kulit sekaligus
Sebagai pewarna tanin sebagai zat warna ini akan menimbulkan warna cokelat atau
kecokelatan.
Proses
pengambilan zat warna dari serbuk kayu mahoni (serbuk hasil gergajian dan hasil
planner/pasah mesin) dilakukan secara ekstraksi reflukdengan aquades sebagai
pelarut (ekstraktan) menggunakan alat Rotavapor.Penelitian ini dilakukan
melalui tiga tahap proses yang berkesinambungan, yaitu proses ekstraksi, proses
pemekatan, dan proses pembuatan serbuk.
B. Cara Pembuatan
Pewarna Alami dari Kulit Mahoni
1.
Proses Bejana
Proses
Bejana yaitu dengan merebus bahan yang akan dijadikan zat pewarna alami. Dalam
pembuatan larutan warna perlu disesuaikan dengan berat bahan yang akan diproses
sehingga julah lrutan zat warna alam yang dihasilkan cukup untuk mengecat.
Banyaknya
warna alam yang dibutuhkan tergantung pada jumlah barang yang akan diwarnai.
Perbandingan yang biasanya digunakan adalah 1:30.
Resep membust warrnanya yaitu antara lain
sebagai berikut:
1. Timbang bahan warna alam atau disini yaitu
kulit mahoni.
2. Tiap 1 kg bahan warna alam direbus dengan
10 lier air.
3. Rebus dengan api panas hingga rebusan tadi
menjadi setengahnya.
4. Setelah rebusan menjadi setengah, biarkan
larutan warna menjadi dingin, kemudian setelah dingin disaring lalu digunaaan
untuk pewarna kerajinan meubel yang akan diwarnai.
2.
Proses
Ekstraksi
a. Ambil bagian dari kulit mahoni. Endam didalam air dingin minimal 5
jam. Kemudian di potong-potong menjadi kecil-kecil.
b. Rebus didalam air mendidih selaam kurang lebih satu sampai dua jam.
Kemudian perbandingan bahan kulit mahoni dengan dan air adalah 1:10,3.
c. Rebus kulit kayu mahoni hingga air menjadi setengahnya atau
seperempat bagian. Kemudian air rebusan kulit mahoni di saring sebayak empat
kali lalu dinginkan. Setelah itu air rebusan kulit ahoni tadi siap digunakan.
3.
Proses
Mordanting
Tahap
selanjutnya adalah proses mordanting pada serat yang akan dicelup. Serat yang
akan dicelup oleh warna sebaiknya direbus terlebih dahulu dalam larutan tawas
selama satu jam. Kemudian dibiarkan dingin dan biarkan serat terendam semalaman
dalam larutan. Setelah itu, dikeringkan kemudian dicelupkan pada larutan hasil
ekstrak. Tunggu sampai kering dan siap digunakan.
4. Proses Fiksasi
Dalam
larutan tunjung (ferosulfat) atau tawas atau kapur tohor ataupun senyawa yang
mengandung unsur logam. Untuk membuat larutan fiksasi. Misalnya larutan tawas,
kapur tohor ataupun tunjung dibuat dengan melarutkan 70 gram bahan dalam 1
liter air (resep ini bisa divariasikan), setelah mengendap diambil larutan
beningnya kemudian baru digunakan untuk proses pemfiksasian. Masing-masing
larutan fixer ini akan membangkitkan warna dengan arah warna yang berbeda-beda.
Tawas cenderung lebih muda, kemudian kapur tohor agak tua, dan tunjung
cenderung kearah gelap. beberapa eksperimen yang telah dilakukan bahan dari
daun cenderung mengarah ke kuning ( fiksasi tawas), kuning kecoklatan/kehijauan
(fiksasi kapur tohor) dan hijau gelap (fiksasi tunjung).
5. Ekstraksi Secara Batch
Pengambilan zat warna alami dari kulit kayu
mahoni diperoleh secara langsung yaitu ekstraksi secara batch. Sebelumnya
dilakukan percobaan pendahuluan untuk menentukan kondisi operasi meliputi
volume pelarut dan waktu ekstraksi. Kondisi optimum yang diperoleh dari
percobaan adalah 25 gram kulit kayu mahoni diekstrak dengan 450 ml ethanol 96%,
diaduk dengan kecepatan 400 rpm, pada suhu 70oC selama waktu 1 jam. Hasil yang
diperoleh dari proses tersebut adalah 4,602 gram bubuk zat warna kulit kayu
mahoni. Pada pembuatan zat warna, kondisi yang digunakan yaitu, ratio berat
bahan dengan volume pelarut 1:18 gram per mL, suhu ekstraksi 70oC, waktu
ekstraksi 1 jam dan kecepatan pengadukan 400 rpm. Hasil zat warna yang
diperoleh sebesar 60,5 gram atau rendemennya 18,4%. Pengujian zat warna yang
dihasilkan melalui uji tahan luntur warna terhadap pencucian dan uji tahan
luntur warna terhadap gosokan. Dari uji tersebut diperoleh bahwa pewarnaan kain
cukup baik dengan menggunakan larutan fiksasi yaitu larutan kapur.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Pewarnaan menggunakan bahan yang alami sekarang ini jarang dijumpai.
Orang sekarang lebih menggantungkan pada yang serba instan sehingga mereka
melupakan yang berbau alami seperti pewarna alami datri kulit mahoni. Jadi
sekarang di ingatan lagi kepada seluruh masyarakat bahwa hasil dari pewarna
yang alami hasilnya tidak jauh kalah dari pewana sintetis. Malah lebih bagus
hasil dari pewwarna alami. Disamaping hasilnya yang tidak mudah luntur tetapi
juga bisa menghemat biaya.
B. Saran
Diharapkan bagi pengrajin meubel di Jepara selalu menggunkan pewarna
dari bahan alami yaitu disini misalnya limbah kulit mahoni. Pengrajin selalu
mengembangkna inofasi tentang pengtahuan pewarna alami yang dapat dimanfaaatkan
sebagi pewana untuk hasil kerajinan meubel mereka. Disamping menghemat biaya
juga dapat mengurangi limabh yang tidak terpakai.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1999. Proses Ekstraksi dan Puderasi Bahan Pewarna Alami.
Yogyakarta: Dekranas.
Batik Tulis Canting 100. 2010. Proses Ektrak Pewarna alami dari kulit.
(diakses pada tanggal 12 Desember 2014, pukul 15.15 WIB, dalam situs http://batiktuliscanting100.blogspot.com/2010/08/proses-ekstrak-pewwarna-alami-dari-kulit.html
Wildadiny, Cikita. 2012. Pohon Mahoni. (diakses pada tanggal 14 Desember
2014, pukul 14.00 WIB, dalam situs http://syahandrianeda.blogspot.com/2012/08/pohon-mahoni.html
Hargodumilah. 2011. Batik Pewarna Alami Kayu Mahoni. (diakses pada
tanggal 22 Desember 2014, pukul 20.59 WIB, dalam situs http://hargodumilahbatikBlogspot.com/2011/06/batik-pewarna-alami-kayu-mahoni.html
Iqmal. 2010. Potensi Tersembunyi Pohon Mahoni. (diakses pada tanggal
17 Desember 2014, pukul 20.00 WIB, dalam
situs http://iqmal.staff.ugm.ac.id/index:php/2010/05/20/potensi-tersembunyi-pohon-mahoni/
Wardah dan fm setyowati. 2011. Batik Pewarna Alami Kayu Mahoni. (diakses
pada tanggal 22 Desember 2014, pukul 20.59 WIB, dalam situs http://hargodumilahbatik.blogsppot.com/2011/06batik-pewarna-alami-kayu-mahoni.hml
Tidak ada komentar:
Posting Komentar